
Angka kasus stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita, yakni bayi di bawah 5 tahun akibat kekurangan gizi kronis di Kabupaten Cirebon masih tinggi.
Wakil Bupati Cirebon, Hj. Wahyu Tjiptaningsih menjelaskan, Perpres Nomor 72 Tahun 2021 mengamanatkan agar angka stunting pada 2024 nanti bisa ditekan di angka 14 persen di setiap daerah. Sementara di Kabupaten Cirebon sendiri, angka stunting masih cukup tinggi.
Sehingga, hal itu perlu kerja keras seluruh stakeholder dari mulai tingkat kabupaten hingga kecamatan dan desa untuk menekan angka stunting sesuai amanat Perpres tersebut. Menurut dia, masih tingginya angka stunting di Kabupaten Cirebon ini salah satu faktornya adalah pandemi Covid-19 yang terjadi selama 2019-2020.
“Kondisi itu membuat penanganan stunting di Kabupaten Cirebon menjadi tersendat. Dimana, penanganan stunting dalam masa pandemi itu mengharuskan tidak terjadi kontak fisik sehingga membuat pelayanan tidak maksimal,” kata Ayu, belum lama ini.
Maka, lanjut dia, belum lama ini pun dirinya melakukan monitoring langsung ke kecamatan-kecamatan. Monitoring yang ia lakukan dimaksudkan untuk mengetahui jumlah angka stunting yang valid. Selain itu, juga agar bisa mengelompokkan antara anak stunting sebenarnya dengan stunting yang disebabkan oleh faktor genetik.
“Menurut data dari PPGPM, Kabupaten Cirebon ini ada sebanyak 15.299 balita atau 9,24 persen yang tersebar di 10 wilayah kerja Puskesmas 28 wilayah kerja desa di 9 kecamatan,” kata Ayu.
Dari hasil diskusi beberapa kuwu di Kecamatan Talun, lanjut Ayu, dirinya melihat sudah ada inovasi penanganan stunting yang dilakukan para kuwu. Hal itu, sesuai dengan keinginan dirinya yang meminta adanya inovasi dalam penyelesaian stunting.
Terlebih, penanganan stunting juga dianggarkan dari Dana Desa (DD) sebesar Rp 27 juta per tahun untuk mengintervensi dari sisi makanan, vitamin hingga edukasinya.
“Karena soal stunting ini kita tidak bicara 1.000 hari pertama kehidupan, tapi sebelumnya. Ini sebelumnya anak kita berikan tablet tambah darah (TTD). Ketika anak kekurangan darah saat memasuki masa pernikahan, ini yang akan mengakibatkan masalah stunting. Makanya, tinggal kita mengedukasi poyandu, KPM, TPK, agar mengedukasi masyarakat,” katanya.
Ayu melanjutkan, stunting adalah kondisi anak gagal tumbuh, dimana nanti setelah dewasa akan gampang sekali terkena penyakit. Selain itu, juga menimbulkan obesitas, diabetes. Bahkan secara mental, anak juga agak mundur.
“Ini yang menyebabkan ke depan tidak mempunyai daya saing. Sedangkan ke depan persaingan sangat ketat karena kita sudah memasuki pasar global,” ungkapnya.
Sementara itu, Camat Talun, H Abadi mengatakan, dari 11 desa yang ada di Kecamatan Talun, prosentase angka stunting masih berada di bawah rerata angka nasional. Ia memastikan, seluruh stakeholder di Kecamatan Talun akan solid dan berkomitmen untuk mengatasi penurunan stunting.
Sejauh ini, kata Abadi, dirinya melihat peran dari semua Pemdes di Kecamatan Talun dalam penanganan stunting sudah maksimal.
“Cuma yang namanya mengatasi stunting ini tidak seperti membalikkan telapak tangan, tapi memerlukan waktu. Tapi yang penting adalah ikhtiar kita untuk terus menekan angka stunting,” katanya.
Sumber : Kabar Cirebon
No Responses